Gorontalo, kabarungkaptuntas.id – Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah Ilota, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, semakin mencemaskan. Tambang ilegal yang diduga kuat berada di bawah kendali seorang oknum Kepala Desa berinisial “15MON” ini terpantau hanya beberapa meter dari kawasan Cagar Alam dan jalan umum beraspal yang menjadi akses vital masyarakat.
Pada Senin, (26/05/25), awak media mendokumentasikan dua unit alat berat jenis ekskavator bermerek Kobelco dan Hitachi tengah melakukan aktivitas pengerukan gundukan tanah di lokasi PETI. Kawasan ini tercatat berada sangat dekat dengan zona lindung, menimbulkan risiko kerusakan ekologis yang serius.
Beberapa narasumber menyatakan bahwa aktivitas ini diduga dimiliki atau dikoordinasi oleh Kepala Desa aktif berinisial “15MON”. Hingga berita ini dirilis, pihak yang bersangkutan belum memberikan klarifikasi atau tanggapan resmi.
Lokasi PETI hanya berjarak beberapa meter dari Cagar Alam dan jalan umum. Saat musim hujan, genangan air dari lokasi tambang membawa lumpur dan limbah ke jalan beraspal, merusak infrastruktur dan membahayakan pengguna jalan. Sedimentasi juga tampak jelas di sungai kecil dekat jembatan samping menara komunikasi, yang mengindikasikan pencemaran air dan gangguan terhadap ekosistem lokal.
Aktivitas PETI secara tegas melanggar sejumlah regulasi nasional:
1. Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), yang menyatakan bahwa setiap kegiatan pertambangan wajib memiliki izin resmi. Tanpa izin, pelaku dapat dikenai sanksi pidana penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp 100 miliar (Pasal 158).
2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang melarang kegiatan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan tanpa dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Pelanggaran dapat dikenai pidana penjara hingga 10 tahun dan denda hingga Rp 10 miliar (Pasal 98–99).
3. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, yang mensyaratkan setiap usaha di wilayah konservasi harus tunduk pada kajian lingkungan dan izin dari otoritas berwenang.
Aktivitas PETI di kawasan ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mencoreng tata kelola pemerintahan desa. Dugaan keterlibatan pejabat desa aktif menandakan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran etika jabatan. Selain berpotensi menyebabkan kerusakan jangka panjang terhadap lingkungan dan masyarakat, hal ini juga membuka ruang bagi penegakan hukum pidana maupun administratif terhadap oknum yang terlibat.
Beberapa kalangan mendesak aparat kepolisian, Dinas Lingkungan Hidup, serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk segera melakukan penelusuran dan penindakan. Pemerintah daerah pun diminta tidak abai dalam menyikapi aktivitas yang merugikan masyarakat, negara, dan alam ini.
Investigasi mendalam dan pengawasan berkelanjutan sangat diperlukan untuk menghentikan kerusakan yang lebih luas. Jika aparat tak segera bertindak, PETI di wilayah strategis seperti Ilota-Dengilo dapat menjadi preseden buruk bagi tata kelola lingkungan di daerah lainnya. Tim-Red