Gorontalo, KABARungkaptuntas.id – Pemerintah Kecamatan Dengilo resmi mengeluarkan surat himbauan bernomor: 005/Dglo/144/VI/2025 yang menekankan penghentian sementara seluruh aktivitas pertambangan di wilayah tersebut, terhitung mulai Minggu, 29 Juni 2025. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut atas hasil Rapat Koordinasi Lintas Sektor dan Tokoh Masyarakat Dengilo yang digelar pada Rabu, 18 Juni 2025. Hal ini dikonfirmasi langsung oleh awak media kepada Camat Dengilo, Nakir Ismail, pada Sabtu (28/06).
Dalam himbauan yang bersifat penting tersebut, Pemerintah Kecamatan meminta para pengusaha tambang untuk menghentikan seluruh aktivitas penambangan dan fokus pada upaya penimbunan kembali kubangan-kubangan bekas tambang, guna mencegah penyebaran penyakit malaria yang tengah merebak. Selain itu, para pengusaha tambang juga diwajibkan melakukan normalisasi Sungai Tihuo, Sungai Popaya, serta saluran irigasi pertanian yang terdampak, serta memperbaiki fasilitas umum seperti sekolah, jalan, dan tempat ibadah yang telah mengalami kerusakan akibat operasi tambang.
Langkah tegas ini lahir dari keprihatinan atas lonjakan kasus malaria di Kecamatan Dengilo, yang menurut data sementara telah mencapai 48 kasus. Berdasarkan isi notulen rapat koordinasi tersebut, Wakil Bupati Pohuwato menegaskan bahwa pemerintah tidak serta-merta melarang pertambangan, namun menuntut adanya kesadaran kolektif atas dampak ekologis dan sosial yang ditimbulkan. “Kami tidak melarang, tapi kami juga tidak bisa diam saat fasilitas umum rusak dan masyarakat menderita,” tegasnya dalam forum.
Lebih lanjut, Ketua APRI Pohuwato, Limonu Hippy, yang turut hadir dalam rapat, menyuarakan perlunya regulasi tegas. Ia menekankan bahwa jika para pelaku tambang ingin mendapatkan legitimasi dari pemerintah, maka mereka harus menunjukkan komitmen terhadap perbaikan dan perlindungan fasilitas umum. “Saya tidak menginginkan aktivitas tambang ditutup. Tapi kalau tidak diatur, dampaknya lebih besar dari manfaatnya,” ujarnya lugas.
Sementara itu, Kepala Badan Kesbangpol, perwakilan DLHTK, aparat keamanan dari Polsek Paguat, Danramil, hingga para kepala desa se-Kecamatan Dengilo menyuarakan urgensi pengaturan aktivitas tambang secara sistematis. Masukan juga datang dari Deni Busura, yang menyoroti pentingnya pelaku tambang menghormati hukum adat dan prosedur pelaporan saat memasuki wilayah desa. Senada dengan itu, Kepala Desa Padengo dengan tegas menyebut bahwa jika para penambang enggan diatur, maka lebih baik ditutup sepenuhnya.
Camat Dengilo, dalam pernyataan penutupnya, merangkum bahwa forum tersebut sepakat untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan tambang tanpa batas waktu yang ditentukan. Fokus utama selama masa penghentian ini adalah reboisasi, rehabilitasi lingkungan, normalisasi sungai, dan penimbunan lubang-lubang tambang yang telah tidak aktif.
“Ini bukan tentang melarang atau menyudutkan siapa pun, tetapi ini soal tanggung jawab sosial dan ekologis. Kita ingin Dengilo sehat, aman, dan tertata,” kata Nakir Ismail, dengan penuh keyakinan.
Sebagai bagian dari upaya edukasi dan penegakan disiplin, pemerintah kecamatan juga mengimbau semua pihak terkait, termasuk para kepala desa dan tokoh masyarakat, untuk memasang baliho peringatan dan himbauan di area-area rawan aktivitas tambang. Inisiatif ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran kolektif akan bahaya penambangan tak terkendali serta pentingnya perlindungan lingkungan.
Keputusan kolektif ini menjadi babak baru dalam upaya menertibkan tambang di Pohuwato, khususnya di Dengilo. Pemerintah, masyarakat, dan aparat kini dihadapkan pada tantangan besar: mengatur ulang pola tambang agar tidak merusak masa depan. Komitmen moral dan kerja sama lintas sektor menjadi kunci agar industri tambang bisa berjalan seiring dengan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Liputan langsung tim redaksi dari PW.Investigasi, disusun dengan penuh dedikasi untuk publik yang sadar dan peduli.